peluang usaha

Senin, 06 Agustus 2012

Syahidnya Penjual Korek Api

syahidnya-penjual-korek-api

RADAR ISLAM -- Setelah melepaskan kekafirannya dan bergabung bersama sahabat Rasullulah SAW, Mus'ab bin Umar hidup serba kekurangan. Tidak pernah lagi dia jumpai daging panggang dalam makan malamnya, hanya lauk sederhana yang mengenyangkan perutnya. Bahkan jika dahulunya dia tidak perlu bekerja untuk mendapatkan uang, kini dia harus berjualan korek api untuk menyambung hidupnya.

Dalam buku 99 kisah menakjubkan dalam Alquran tulisan Ridwan Abqary dikatakan, awalnya Mus'ab bin Umar merupakan anak dari suku Quraisy terpandang, keluarganya hidup dalam kemewahan. Tidak urung kondisi itu berpengaruh kepada Mus'ab. Setiap hari dia tampil dengan memakai pakaian mahal dan bagus, banyak gadis Arab jatuh hati kepadanya, terlebih sikap Mus'ab yang ramah dan lembut, membuat dia disukai banyak orang.

Namun semua berbalik drastis ketika Mus'ab memeluk Islam, dan menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW. Tidak ada pakaian bagus yang dikenakannya, tubuhnya hanya terlindungi oleh potongan kain-kain yang sudah usang. Bahkan ketika kembali dari Habasyah bersama nabi, Mus'ab terlihat kurus dan tidak terawat.

"Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah menukar dunia dengan penduduknya. Sesungguhnya, dahulu saya melihat Mus'ab seorang pemuda yang hidup mewah di tengah orang tuanya yang kaya. Kemudian, dia meninggalkan semua itu karena kecintaannya kepada ALLAH SWT dan Rasul-Nya," kata Rasullulah SAW.

Tidak hanya itu, setelah masuk Islam, Mus'ab dikucilkan dari lingkungan keluarganya. Bahkan ibunya, Khunais binti Malik beberapa kali berniat bunuh diri, jika Mus'ab tetap memeluk Islam dan tidak bersedia kembali kepada berhala-berhala. Namun semua itu tidak menyurutkan Mus'ab untuk tetap menjadi Muslim, hingga akhirnya dia diusir dari pelataran rumahnya.

Keteguhan hati si penjual korek, justru menyadarkan adik Mus'ab, Al-Rum untuk masuk Islam. Ketertarikan Al-Rum kepada Islam dia dapatkan karena ibunya selalu memerintahkannya untuk mendatangi Mus'ab mengajak kafir kembali.

Puncaknya ketika terjadi perang Uhud. Mus'ab bersama Al-Rum yang sudah memeluk Islam, ikut bersama para sahabat lainnya di barisan depan untuk menumpas kaum kafir yang memusuhi Islam. Rasullulah SAW sendiri menugasi Mus'ab membawa bendera Islam.

Pada saat para sahabat terdesak oleh tentara Quraisy dan menderita kekalahan, banyak kaum Islam kocar-kacir meninggalkan medan pertempuran. Namun pantang untuk Mus'ab. Dengan gagah berani dia tetap tidak beranjak dari tempatnya, mengibarkan bendera Islam di tengah medan pertempuran.

Melihat Mus'ab yang tetap berdiri, seorang tentara kafir, Ibnu Qamiah segera menunggangi kudanya dan melaju ke arah Mus'ab. Tanpa banyak bicara, disabetnya tangan kanan Mus'ab yang sedang mengibarkan bendera. Tidak lama kemudian, tangan kiri Mus'ab juga tidak luput dari sabetan pedang.

Mus'ab menjerit menahan rasa sakit kedua tangannya terpotong. Namun dengan sekuat tenaga dia peluk bendera Islam. Kemarahan Ibnu Qamiah memuncak, kemudian tombaknya dia hunuskan ke dada Mus'ab hingga akhirnya syahid menghembuskan nafas.

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Daud dikatakan, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tatkala saudara-saudaramu ditimpa malapetaka waktu perang Uhud, maka Allah menjadikan roh-roh mereka dalam rongga tubuh burung-burung hijau yang selalu mendatangi sungai-sungai surga dan memakan buah-buahannya serta berlindung dalam kandil-kandil emas di bawah naungan Arasy."

"Ketika terasa oleh mereka bagaimana nikmatnya makanan dan minuman serta indahnya tempat tinggal mereka, mereka berkata, 'Wahai malangnya nasib teman-teman kita, kenapa mereka tidak mengetahui balasan yang disediakan Allah bagi kita, agar mereka tidak merasa enggan untuk berjihad dan tidak mengabaikan peperangan.' Maka Allah pun berfirman, 'Akulah yang akan menyampaikan kepada mereka berita dari kamu itu,' lalu diturunkan-Nyalah ayat, 'Dan janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati."

Sumber : Merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar