RADAR ISLAM -- Momentum Ramadan tepat
untuk memperbaiki sikap, termasuk menerima kebenaran. Tidak jarang manusia
enggan menerima kebenaran karena alasan jabatan, struktur sosial atau lainnya.
Belajar dari sejarah, banyak kisah nyata di dalam Islam yang bisa dijadikan
pelajaran untuk memperbaiki sikap. Seperti kisah Abu Tholib.
Semenjak lahir, kehidupan Muhammad terbilang tidak
menetap. Beberapa kali dia diasuh oleh orang berbeda. Setelah ayahnya, Abdullah
meninggal saat Muhammad masih dalam kandungan, istrinya Aminah menetap di rumah
kakak iparnya, Abu Thalib.
Pada usia 6 tahun setelah ibunya meninggal dunia,
Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Mutholib. Namun hal itu tidak berlangsung
lama, setelah dua tahun diasuh Abdul Mutholib, kemudian Muhammad diasuh oleh
Abu Tholib.
Dalam buku Khadijah
the Greatest Story of the First Lady of Islam, tulisan Syed A.A. Razwy
dikatakan bahwa Abu Thalib bin Abdul Mutholib merupakan pemimpin terkemuka bani
Hasyim, salah satu golongan Quraisy termashur di Jazirah Arab. Selain itu, Abu
Thalib merupakan saudagar terkemuka yang berdagang hingga Suriah dan Yaman.
Selama dalam pengasuhannya, Muhammad dicintai layaknya bagian dari keluarga Abu Thalib. Bahkan karena rasa cintanya yang mendalam, pernah suatu ketika Muhammad diajak Abu Thalib untuk bersama-sama pergi ke Syam.
Selama dalam pengasuhannya, Muhammad dicintai layaknya bagian dari keluarga Abu Thalib. Bahkan karena rasa cintanya yang mendalam, pernah suatu ketika Muhammad diajak Abu Thalib untuk bersama-sama pergi ke Syam.
"Abu Thalib sangat mencintainya, sehingga berat
baginya berpisah dengan kemenakannya itu walaupun hanya untuk beberapa bulan
saja. Karena itu dia membawanya ke Syam," kata Syed.
Kasih sayang yang diberikan Abu Thalib tidak pernah
padam, dia selalu berusaha untuk menepati wasiat Ayah Muhammad untuk senantiasa
mengasuh dan memelihara. Bahkan ketika diutus menjadi rasul ALLAH SWT, Abu
Thalib dengan semangat membara tetap menjadi orang pertama di belakang nabi
untuk melindungi dari ancaman dan gangguan kaum kafir Quraisy.
Pada masa dakwah Nabi Muhammad SAW, berkali-kali dia
menyampaikan kebenaran kepada Abu Thalib. Muhammad selalu berusaha menyadarkan
pamannya untuk berhijrah meninggalkan kebiasaan jahiliyah, dengan menjadi
Muslimin beribadah kepada ALLAH SWT.
Berbagai usaha dicoba, namun nyatanya hati Abu Thalib
belum terbuka untuk menerima kebenaran. Walaupun dia meyakini agama yang dibawa
Nabi Muhammad adalah suatu kebenaran, namun jabatan dia di kalangan kaum
Quraisy membuatnya angkuh menolak setiap ajakan Muhammad SAW.
Pernah suatu ketika, kaum Quraisy geram dan tidak tahan
dengan dakwah Muslimin yang semakin hari menggoyahkan keyakinan orang kafir.
Tokoh Quraisy Abu Lahab, berencana untuk menangkap Nabi Muhammad SAW, namun
rencana itu gagal setelah Abu Tholib dengan lantang siap mengorbankan nyawanya
hanya untuk membela Rasullulah SAW.
Bahkan ketika Rasullulah SAW bersama para sahabatnya
melewati sebuah lembah, mereka pernah dihadang oleh segerombolan orang kafir
yang ingin membunuh nabi. Namun semua bubar ketika Abu Thalib muncul dan
mengacungkan pedangnya seraya mengancam.
Saat Rasullulah SAW mendengar kabar jika Abu Tholib sedang meregang nyawa, dengan langkah terburu-buru Muhammad SAW menuju rumah pamannya tersebut. Begitu lemahnya kondisi Abu Thalib, membuat nabi tidak kuasa melihat pamannya terbujur lemah.
Saat Rasullulah SAW mendengar kabar jika Abu Tholib sedang meregang nyawa, dengan langkah terburu-buru Muhammad SAW menuju rumah pamannya tersebut. Begitu lemahnya kondisi Abu Thalib, membuat nabi tidak kuasa melihat pamannya terbujur lemah.
Dalam hadits diriwayatkan Imam Bukhori dari Al Musayyib
bin Hazn, Berkali-kali Nabi Muhammad SAW menuntun Abu Tholib untuk mengucapkan
dua kalimat syahadat, namun tetap saja usaha Muhammad SAW tidak berhasil.
Sampai meninggal Abu Tholib tetap kafir.
Begitu beratnya Rasullulah SAW kehilangan sosok
pelindung dan orang yang dia cintai selama ini, tidak henti-hentinya dia
menangis dan memohon kepada Allah SWT untuk mengampuni dan menempatkan Abu
Tholib ke dalam surga. Namun Allah SWT berkehendak lain, sehingga turunlah surah
At-Taubah ayat 113 :
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, Walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik adalah penghuni neraka jahanam."
0 komentar:
Posting Komentar