Bernard Nababan (Syamsul Arifin Nababan) |
***
Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra
Utara, 10 November 1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua
memberi saya nama Bernard Nababan. Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP
(Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang
pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan dan
ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah seorang dari kami
harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari harapan mereka.
Kemudian, saya disekolahkan di
lingkungan yang khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan
Guru Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT)
Nomensen, yaitu sekolah untuk calon pendeta di Medan. Di kampus STT ini saya
mendapat pendidikan penuh. Saya wajib mengikuti kegiatan seminari. Kemudian,
saya diangkat menjadi Evangelist atau penginjil selama tiga tahun enam bulan
pada Gereja HKBP Sebagai calon pendeta dan penginjil pada Sekolah Tinggi
Teologi, saya bersama beberapa teman wajib mengadakan kegiatan di luar sekolah,
seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata).
Tahun 1989 saya diutus bersama
beberapa teman untuk berkunjung ke suatu wilayah. Tujuan kegiatan ini, selain
untuk memberi bantuan sosial kepada masyarakat, khususnya masyarakat muslim,
juga untuk menyebarkan ajaran Injil. Dua prioritas inilah yang menjadi tujuan
kami berkunjung ke perkampungan muslim. Memang, sebagai penginjil kami
diwajiban untuk itu. Sebab, agama kami (Kristen) sangat menaruh perhatian dan
mengajarkan rasa kasih terhadap sesamanya.
Berdialog
Dalam kegiatan ini saya sangat
optimis. Namun, sebelum misi berjalan, saya bersama teman-teman harus
berhadapan dulu dengan para pemuka kampung. Mereka menanyakan maksud kedatangan
kami. Kami menjawab dengan terus terang. Keterusterangan kami ini oleh mereka
(tokoh masyarakat) dijawab dengan ajakan berdialog. Kami diajak ke rumah tokoh
masyarakat itu. Di sana kami mulai berdialog seputar kegiatan tersebut. Tokoh
masyarakat itu mengakui, tujuan kegiatan kami tersebut sangat baik. Namun, ia
mengingatkan agar jangan dimanfaatkan untuk menyebarkan agama. Mereka pada
prinsipnya siap dibantu, tapi tidak untuk pindah agama.
Agama Kristen, masih menurut tokoh
masyarakat itu, hanya diutus untuk Bani Israel (orang Israel) bukan untuk warga
di sini, Kami hanya diam. Akhirnya, tokoh masyarakat itu mulai membuka beberapa
kitab suci agama yang kami miliki, dari berbagai versi. Satu per satu kelemahan
Alkitab ia uraikan. la juga membahas buku Dialog Islam-Kristen antara K.H.
Baharudin Mudhari di Madura dengan seorang pendeta.
Dialog antara kami dan tokoh
masyarakat tersebut kemudian terhenti setelah terdengar azan magrib. Kemudian,
kami kembali ke asrama sebelum kegiatan itu berlangsung sukses. Dialog dengan
tokoh masyarakat tersebut terus membekas dalam pikiran saya. Lalu, saya pun
membaca buku Dialog Islam Kristen tersebut sampai 12 kali ulang. Lama-kelamaan
buku itu menpengaruhi pikiran saya. Saya mulai jarang praktek mengajar selama
tiga hari berturut-turut. Akhirnya, saya ditegur oleh pendeta. Pendeta itu
rupanya tahu saya berdialog dengan seseorang yang mengerti Alkitab. "Masa'
kamu kalah sama orang yang hanya tahu kelemahan Alkitab. Padahal kamu telah
belajar selama 3,5 tahun. Dan kamu juga pernah mengikuti kuliah seminari,"
katanya dengan nada menantang dan sinis.
Kabur dari Asrama
Sejak peristiwa itu, saya jadi lebih
banyak merenungkan kelemahan-kelemahan Alkitab. Benar juga apa yang dikatakan
tokoh masyarakat itu tentang kelemahan kitab suci umat Kristen ini. Akhirnya
saya putuskan untuk berhenti menjadi calon pendeta. Saya harus meninggalkan
asrama. Dan pada tengah malam, dengan tekad yang bulat saya lari meninggalkan
asrama. Saya tak tahu harus ke mana. Jika pulang ke rumah, pasti saya disuruh
balik ke asrama, dan tentu akan diinterogasi panjang lebar.
Kemudian saya pergi naik kendaraan,
entah ke mana. Dalam pelarian itu saya berkenalan dengan seorang muslim yang
berasal dari Pulau Jawa. Saya terangkan kepergian saya dan posisi saya yang
dalam bahaya. Oleh orang itu, saya dibawa ke kota Jember, Jawa Timur. Di sana
saya tinggal selama satu tahun. Saya dianggap seperti saudaranya sendiri. Saya
bekerja membantu mereka. Kerja apa saja. Dalam pelarian itu, saya sudah tidak
lagi menjalankan ajaran agama yang saya anut. Rasanya, saya kehilangan pegangan
hidup.
Selama tinggal di rumah orang muslim
tersebut, saya merasa tenteram. Saya sangat kagum padanya. Ia tidak pemah
mengajak, apalagi membujuk saya untuk memeluk agamanya. la sangat menghargai
kebebasan beragama. Dari sinilah saya mulai tertarik pada ajaran Islam. Saya
mulai bertanya tentang Islam kepadanya. Olehnya saya diajak untuk bertanya
lebih jauh kepada para ulama. Saya diajak ke rumah seorang pimpinan Pondok
Pesantren Rhoudhotul 'Ulum, yaitu K.H. Khotib Umar.
Kepada beliau saya utarakan
keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang ajaran Islam. Dan, saya jelaskan
perihal agama dan kegiatan saya. Tak lupa pula saya jelaskan tentang keraguan
saya pada isi Alkitab yang selama ini saya imam sebagai kitab suci, karena
terdapat kontradiksi pada ayat-ayatnya. Setelah saya jelaskan kelemahan Alkitab
secara panjang lebar, K.H. Khotib Umar tampak sangat terharu. Secara spontan
beliau merangkul saya sambil berkata, "Anda adalah orang yang beruntung,
karena Allah telah memberi pengetahuan pada Anda, sehingga Anda tahu bahwa
Alkitab itu banyak kelemahannya."
Setelah itu beliau mengatakan, jika
ingin mempelajari agama Islam secara utuh, itu memakan waktu lama. Sebab,
ajaran Islam itu sangat luas cakupannya. Tapi yang terpenting, menurut beliau
adalah dasar-dasar keimanan agama Islam, yang terangkum dalam rukun iman.
Masuk Islam
Dari uraian K.H. Khotib Umar tersebut
saya melihat ada perbedaan yang sangat jauh antara agama Islam dan Kristen yang
saya anut. Dalam agama Kristen, saya mengenal ada tiga Tuhan (dogma trinitas),
yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus. Agama Kristen tidak mempercayai
kerasulan Muhammad SAW, Bahkan, mereka menuduhnya tukang kawin. Mereka juga
hanya percaya kepada tiga kitab suci, Taurat, Zabur, dan Injil.
Ajaran Kristen tidak mempercayai
adanya siksa kubur, karena mereka berkeyakinan setiap orang Kristen pasti masuk
surga. Yang terpenting bagi mereka adalah tentang penyaliban Yesus, yang pada
hakekatnya Yesus disalib untuk menebus dosa manusia di dunia.
Penjelasan K.H. Khotib Umar ini
sangat menyentuh hati saya. Penjelasan itu terus saya renungkan. Batin saya
berkata, penjelasaan itu sangat cocok dengan hati nurani saya. Lalu, kembali
saya bandingkan dengan agama Kristen. Ternyata agama Islam jauh lebih rasional
(masuk di akal) daripada agama Kristen yang selama ini saya anut. Oleh karena
itu saya berminat untuk memeluk agama Islam.
Keesokan harinya, saya pergi lagi ke
rumah KH. Khotib Umar untuk menyatakan niat masuk Islam. Beliau terkejut dengan
pernyataan saya yang sangat cepat. Beliau bertanya, "Apakah sudah
dipikirkan masak-masak?" "Sudah," suara saya meyakinkan dan
menyatakan diribahwa hati saya sudab mantap.
Lalu beliau membimbing saya untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelum ikrar saya ucapkan, beliau memberikan
penjelasan dan nasehat. Di antaranya, "Sebenarnya saat ini Anda bukan
masuk agama Islam, melainkan kembali kepada Islam. Karena dahulu pun Anda
dilahirkan dalam keadaan Islam. Lingkunganmulah yang menyesatkan kamu. Jadi,
pada hakikatnya Islam adalah fitrah bagi setiap individu manusia. Artinya,
keislaman manusia itu adalah sunnatullah, ketentuan Allah. Dan, menjauhi Islam
itu merupakan tindakan irrasional. Kembali kepada Islam berarti kembali kepada
fitrahnya," ujar beliau panjang lebar. Saya amat terharu. Tanpa terasa air
mata meleleh dari kedua mata saya.
Sehari setelah berikrar, saya pun
dikhitan. Nama saya diganti menjadi Syamsul Arifin Nababan. Saya
kemudian mendalami ajaran Islam kepada K.H. Khotib Umar dan menjadi santrinya.
Setelah belajar beberapa tahun di pondok pesantren, saya amat rindu pada
keluarga. Saya diizinkan pulang. Bahkan, beliau membekali uang Rp 10.000 untuk
pulang ke Sumatra Utara.
Dengan bekal itu saya akhirnya
berhasil sampai ke rumah orang tua. Dalam perjalanan, banyak kisah yang menarik
yang menunjukkan kekuasaan Allah. Sampai di rumah, ibu, kakak, dan semua adik
saya tidak lagi mengenali saya, karena saya mengenakan baju gamis dan
bersorban. Lalu, saya terangkan bahwa saya adalah Bernard Nababan yang dulu
kabur dari rumah. Saya jelaskan pula agama yang kini saya anut. Ibu saya amat
kaget dan shock. Kakak-kakak saya amat marah. Akhirnya saya diusir dari rumah.
Usiran merekalah yang membuat saya tegar. Saya
kemudian pergi ke beberapa kota untuk berdakwah. Alhamdulillah, dakwah-dakwah
saya mendapat sambutan dari saudara-saudara kmaum muslimin. Akhirnya saya
terdampar di kota Jakarta. Aktivitas dakwah saya makin berkembang. Untuk
mendalami ajaran-ajaran agama, saya pun aktif belajar di Ma'had al-Ulum
al-Islamiyah wal abiyah atau UPIA Jakarta.
Berikut Video Bernard Nababan (Syamsul Arifin Nababan ) : Kembali pada Islam
Sumber : http://mualaf.com
Video : http://youtube.com
Isi dari Al'Quran itu terdiri dari Hukum Taurat, Injil dan Ajaran Nabi Muhammad SAW serta Sahabat-Sahabat Nabi. Alkitab itu terdiri dari Perjanjian Lama (Hukum Taurat), Deuterokanika dan Perjanjian Baru (Injil/Ajaran Yesus Kristus (Nabi Isa) dan Surat-Surat Paulus). Sebagian isi Al'Quran memang berasal dari Allah karena mengutip Hukum Taurat dan Injil, tetapi apakah yang dikutip itu benar sudah sesuai? Kalau sudah sesuai kenapa berbeda ya dengan isi Alkitab? Lalu Hukum Taurat dan Injil yang dikutip itu diambil dari Kitab apa? Dan hampir 80% isi Al'Quran itu mengenai Hukum Taurat dan Injil, Kenapa Ajaran Nabi Muhammad dan Sahabat-Sahabat Nabi itu hanya sekitar 20%? Dan terakhir, Semua Nabi-Nabi sebelum dari Nabi Muhammad SAW adalah keturunan Yahudi (Bani Israel), Napa cuma Nabi Muhammad SAW sendiri yang bukan dari bangsa Yahudi(kecuali silsilah Nabi Muhammad SAW itu memang ada darah Yahudi)? Mohon dijawab Terima Kasih.
BalasHapusTerima Kasih Atas Komentarnya. Jawaban Lengkapnya silahkan download link berikut ini : http://bit.ly/realitatuhan
Hapus