peluang usaha

Jumat, 25 April 2014

Mereka yang dinaungi ALLAH

mereka yang dinaungi ALLAH

RADAR ISLAM -- Pada hari kiamat, Allah SWT bakal mengumpulkan segenap manusia dari semua generasi di suatu tempat bernama mahsyar. Tempat itu berupa tempat terbuka. Di sana, tak ada satu naungan pun kecuali naungan Allah SWT.

Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW menggambarkan pada hari itu matahari akan berada sedekat-dekatnya dengan manusia. Dengan begitu, mereka dipastikan merasa kepanasan luar biasa. Keringat mereka bercucuran sangat deras.

Genangan keringat mereka sangat banyak. Ada yang menggenangi mata kaki, lutut, dan pinggang mereka. Bahkan, ada pula yang menenggelamkan mereka. Semua itu bergantung pada amal masing-masing.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat semua manusia berkeringat. Genangan keringat mereka di atas permukaan bumi mencapai tujuh puluh hasta. Dan, akan menggenangi mereka hingga telinga mereka.’’ (HR Bukhari dan Muslim).

Pada hari itu hanya ada tujuh golongan yang berhak atas naungan Allah. Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, “(Terdapat) tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Siapa mereka yang beruntung itu?

Pertama, pemimpin yang adil. Yakni orang yang memimpin rakyatnya dengan amanah dan tidak menghakimi mereka dengan menuruti hawa nafsunya.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.’’ (QS An-Nisaa [4] : 58).

Kedua, pemuda yang konsisten beramal kebajikan dalam hidupnya. Yakni yang beruntung mendapatkan taufik dan hidayah Allah sejak usia muda belia. Dia diberi kemudahan untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.Dia terhindar dari perbuatan sia-sia, dan tak meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja.

Allah SWT memuji mereka dalam firman-Nya, “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.’’ (QS Al-Kahfi [18] : 13).

Ketiga, laki-laki yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid. Yakni yang selalu berupaya keras memakmurkan masjid dalam hidupnya.

Allah SWT berfirman, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut selain kepada Allah. Merekalah yang diharapkan termasuk golongan orang yang mendapat petunjuk.”  (QS At-Taubah [9] : 18).

Keempat, dua orang laki-laki yang saling mencintai atas nama Allah. Mereka berdua berkumpul dan berpisah atas nama-Nya.

Allah berfirman, “Maka kelak Allah mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mukmin, bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yang berjuang di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS Al-Maidah [5] : 54).

Dari Abu Umamah RA Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa saling mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan karena Allah maka iman pada dirinya telah sempurna.’’ (HR Abu Dawud dan disahihkan oleh Al-Albani).

Kelima, laki-laki yang manakala diajak mesum oleh wanita jelita dan memiliki kedudukan tinggi dengan tegas dia menolak ajakan semacam itu karena takut akan Allah.

Allah berfirman, “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari dorongan hawa nafsunya. Maka, sesungguhnya Surgalah tempat tinggal(nya).’’ (QS An-Naazi’aat [79] : 40-41).

Keenam, laki-laki yang menyedekahkan hartanya dengan ikhlas demi mendapatkan keridaan-Nya semata (diilustrasikan dalam QS Al-Baqarah [2] : 271).

Ketujuh, laki-laki yang hatinya merasa takut kepada Allah. Dengan begitu dia selalu mengingat keberadaan-Nya, menyebut-nyebut nama-Nya, merenungkan kebesaran-Nya, karunia-Nya, dan rahmat-Nya. Tak jarang hingga berlinang air matanya (dilukiskan dalam QS Al-Maidah [5] : 83).

Semoga kita semua termasuk golongkan yang dinaungi Allah. Amin.


Sumber : Republika.co.id/

Kamis, 17 April 2014

Mendoakan Kebaikan

mendoakan kebaikan 2

Bang, bagaimana tuch ada orang yang ngga sholat tetapi rizki berlimpah, ma'siyat melulu, maaf bang, sampai berzina tetapi dikantor malah naik pangkatnya, korupsi malah semakin sukses?

Sahabatku, dunia ini ujian. Diuji dengan ni'mat bersyukur dengan taat atau tidak, diuji musibah bersabar taat atau tidak. Kalau pun ma'siyat sukses itu "istidraj" namanya, azab yang tertunda.

Rasulullah bersabda, "Bila kamu melihat Allah menganugerahkan kenikmatan kepada seorang, sementara ia terus dalam ma'siyat, maka itulah "istidraj". Lalu beliau membaca surah Al An'am 44-45, "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam" (HR Thabrani).

Sekali lagi simak surah Al Fajr ayat 15-16, "Adapun manusia yang diuji dengan keni'matan dunia, ia mengira Tuhannya memuliakannya, sedangkan mereka yang diuji dengan kesusahan rizki, ia mengira Tuhannya menghinakannya. Jangan begitu manusia...".

So mulai saat ini jangan pernah iri hati pada siapapun, jangan sibuk mengurus mereka yang sukses dalam ma'siyat kecuali mendoakannya agar meraih hidayah Allah dan ber'da'wah jika mampu. Sibukkanlah pada muhasabah diri agar kita bukan hanya menjadi hamba yang sabar dari ujianNya tetapi pandai mensyukuri ni'matNya...aamiin.

Jangan lupa sebelum rehat berwudhu dulu, berdoa, berzikir sampai tertidur dan berazam untuk sholat malam, sahabatku.

Sepucuk Surat Cinta dari Sang Imam

surat cinta

RADAR ISLAM -- Alkisah, ada sebuah keluarga hidup serba kekurangan di Tanah Arab. Usut punya usut,  pemicu kondisi terpuruknya keluarga tersebut, yaitu sang kepala keluarga, yang bernama Abbad, sangat pemalas.

Ia tak pernah mau bekerja. Sehari-hari ia menghabiskan waktu untuk bersantai-santai dan bersenang-senang di rumah. Terkadang, istrinyalah yang disuruh untuk bekerja membanting tulang demi keluarganya.

Suatu hari, Imam Abu Hanifah lewat di depan rumah Abbad. Tampak dari jauh Sang Imam tersebut berjalan ke arah Abbad, ia pun telah mempersiapkan sebuah skenario agar bisa memperoleh santunan dari Sang Imam.

Sambil menangis tersedu-sedu, dengan suara keras Abbad pun mengeluh. “Nasibku sungguh malang sekali. Akulah orang termalang di dunia ini. Sejak pagi aku dan keluargaku belum makan sesuap nasi pun. Badanku pun menjadi lemah. Semoga ada orang yang mendengar rintihanku ini dan memberi kami sedekah,” ujarnya.

Mendengar pengaduan tersebut, Abu Hanifah pun tersentuh. Ia ingin menolong keluarga malang tersebut, tapi ia ragu karena tahu gelagat Abbad yang sangat malas bekerja tersebut. 

Abu Hanifah pun akhirnya punya ide. Ia kembali pulang ke rumahnya dan memutuskan untuk membantu keluarga Abbad. Abu Hanifah mengambil uang dan makanan, lalu dibungkus dengan sebuah kertas. Sebuah surat untuk Abbad tertulis pada lembaran kertas itu.

Isi surat berbunyi: “Kawan, kau tak perlu mengeluhkan nasibmu hingga seperti itu. Selalu ingatlah pada kemurahan Allah dan jangan pernah lelah memohon padanya. Janganlah masuk dalam lembah keputusasaan, tetaplah berusaha kawan.”

Sesampainya di kediaman Abbad, Abu Hanifah meletakkan bungkusan beserta surat tersebut tepat di depan rumah.

Sang pemalas pun melihatnya, ia kemudian mengambil bungkusan tersebut dan bergembira bahwa skenario mengemisnya tadi berhasil. Surat tersebut dibacanya, tapi tak diperhatikannya lebih lanjut. Dibuang begitu saja.

Waktu pun berjalan. Suatu hari Abu Hanifah lewat lagi di rumah Abbad. Ia mengira Abbad telah bertobat, tapi ternyata dugaannya salah. Ia masih tetap mendengarkan skenario keluhan sang pemalas tersebut.

Abu Hanifah tak menyerah. Ia merasa sosoknya sebagai imam yang pandai berdakwah pun diuji. Menurutnya, ini adalah ujian baginya. Berdakwah di jalan Allah SWT memang terkadang tak mudah.

Sang Imam pun kembali ke rumahnya dan melakukan hal yang sama, menyiapkan uang, makanan, dan sepucuk surat bagi sang pemalas tersebut.

Kali ini, ia membuat surat yang lebih panjang. Tujuannya agar hati Abbad tersentuh dan bertobat. Ia kemudian meletakkan bungkusan tersebut di jendela rumah Abbad.

Dengan gembira Abbad pun mengambil bungkusan tersebut. Makanan dan uang. Selembar surat tersebut dipegangnya, kemudian dibacanya.

“Kawan, janganlah memohon seperti itu. Bukan begitu cara berikhtiar dan berusaha. Memohon seperti ini setiap hari, itu berarti Anda malas, berarti Anda telah putus asa pada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tak ada yang ridha melihat orang malas seperti dirimu, yang tak mau bekerja untuk keselamatan dirinya,” kata Abu Hanifah dalam surat tersebut.

Tampaknya kali ini isi surat tersebut sedikit menggugah jiwa Abbad. Ia pun merenungi isi surat Abu Hanifah. Ia kemudian meneruskan membaca surat itu.

“Kawan, jangan Anda teruskan perbuatan demikian. Hendaklah Anda bekerja, meski gajinya kecil asalkan halal tak mengapa. Bekerjalah, jangan hanya berdiam diri di rumah. Hanya Allah yang bisa memberi rezeki, tetapi rizki tersebut tak mungkin datang dengan sendirinya, Anda harus mencarinya kawan. Allah tak akan mengabulkan permohonan orang yang malas bekerja.”

Dada Abbad mulai sesak. Ia merasa ulu hatinya terkena cambuk. Dadanya sesak dan hampir menangis saat membaca surat tersebut. Ia pun menghela napas dan melanjutkan membaca surat tersebut.

“Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang berputus asa. Berikhtiarlah segera kawan, carilah pekerjaan yang halal dan yang membuatmu nyaman. Insya Allah, Anda akan mendapatkan pekerjaan jika tak lekas putus asa. Aku akan terus mendoakanmu kawan, agar segera mendapatkan pekerjaan.”

Bagaikan tersambar petir, selembar surat tersebut membuat Abbad sadar bahwa kemalasan yang dilakukannya selama ini salah dan tak akan membebaskannya dari kemiskinan dan kondisi serba kekurangan.

Keesokan harinya, Abbad pun keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Surat itu pun mengubah dirinya. Ia kini semakin tekun beribadah dan mulai giat bekerja, meski gaji yang diterimanya kecil, tak sebesar uang dan makanan yang diterimanya kala ia merintih dan mengeluh pada orang-orang kaya yang melewati rumahnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa tidak ada seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik daripada dia memakan makanan hasil dari kerja kerasnya sendiri. 

Abu Hanifah berhasil dalam dakwahnya, meski dilakukannya secara tidak langsung tanpa bertatap muka dan bertutur kata, lewat sepucuk surat.


Sumber : Republika.co.id

Selasa, 15 April 2014

Berhenti Makan Sebelum Kenyang

Makan-berlebihan

Diceritakan, iblis la’natullah datang kepada Yahya bin Zakaria. Yahya bin Zakaria bertanya kepada iblis, “Apakah kamu memperoleh dariku sesuatu?

Iblis menjawab, “Tidak kecuali jika didatangkan kepadamu makanan pada malam hari kemudian aku membuatmu bernafsu sehingga kamu makan dengan sangat kenyang kemudian kamu tertidur.

Yahya pun berkata, “Demi Allah SWT saya tidak akan makan sampai kekenyangan untuk selamanya.

Iblis juga berkata, “Demi Allah selamanya aku akan menyuruh anak Adam supaya makan dengan sangat kenyang.

Kisah yang dinukil dari kitab Madaarijus Salikin di atas, memberikan pelajaran penting bagi kita saat kita makan.

Yakni, hendaknya kita berhati-hati saat kita makan. Jangan sampai kita terbujuk rayu iblis yang membuat kita  bernafsu untuk melahap makanan sampai kita kekenyangan.

Bila hal ini terjadi bukan hanya akan mengganggu pencernaan dan kesehatan kita, juga menjadikan diri kita dikuasai iblis. Sebab, perut yang kenyang menjadikan aliran darah semakin terbuka dan membuat iblis leluasa masuk dan menguasai diri kita.

Karena sesungguhnya, iblis itu berjalan di aliran darah manusia. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setan itu berjalan pada anak Adam mengikuti aliran darah.” (Muttafaqun ‘alaih). Akibatnya, menjadikan perut kita sakit.

Selain itu juga membuat kita lalai beribadah kepada Allah SWT. Bahkan, dapat  menjerumuskan kita pada perbuatan maksiat.

Dalam Alquran surah Thaahaa (20) ayat 18, Allah berfirman,’’Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah dia.’’

Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita menjaga diri dari kekenyangan saat kita makan karena makan sampai kekenyangan bukanlah perilaku seorang Muslim.

Umat Islam  adalah umat yang tidak makan kalau tidak lapar dan tidaklah makan sampai kekenyangan.

Rasulullah bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan.”

Makan sampai kekenyangan merupakan hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Sebab, kekenyangan  merupakan bagian dari perbuatan yang melampaui batas.

Dalam Alquran surah Al-A’raaf (7) ayat 31, Allah berfirman, “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Dalam ajaran Islam, makan dan minum itu sebagai sarana, bukanlah tujuan. Islam mengajarkan, makan dan minum bertujuan menjaga kesehatan badannya. Sebab, dengan badan sehat, umat Islam bisa beribadah kepada Allah secara maksimal.

Umat Islam tidak makan dan minum karena makanan dan minuman serta syahwat keduanya saja. Ia tidak lapar maka ia tidak makan dan jika tidak kehausan ia tidak minum.

Agar tidak kekenyangan saat kita makan, mari kita ikuti petunjuk Rasulullah. ‘’Tidak ada yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut, cukuplah bagi putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Kalaupun harus makan lebih banyak maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernapasan.” (HR IbnuMajah dan Ibnu Hibban, dan At-Tirmidzi melalui sahabat Nabi Miqdam bin Ma’di Karib). Wallahu’alam.

Sumber : Republika.co.id

Senin, 14 April 2014

Investasi Pelukan Rasulullah

investasi pelukan Rasulullah

RADAR ISLAM -- Pada saat thawaf (mengelilingi Kabah),  Rasulullah SAW bertemu  seorang pemuda yang pundaknya terlihat lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasul menghampiri pemuda itu dan bertanya, ‘’Kenapa pundakmu seperti itu?’

Pemuda itu menjawab, ‘’Ya Rasulullah, saya berasal dari Yaman. Saya mempunyai seorang ibu yang sudah uzur (tua renta). Saya sangat mencintainya. Saya selalu menggendongnya, dan tidak pernah melepaskannya. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, sedang shalat atau saat istirahat. Di luar itu saya selalu menggendongnya.’’

Pemuda itu lalu bertanya, ‘’Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk orang berbakti kepada orang tua?’’ Sambil memeluk pemuda itu, Rasulullah SAW menyatakan, ‘’Sungguh Allah ridha kepadamu. Engkau anak saleh, anak berbakti. Tetapi, wahai anakku, ketahuilah, kasih sayang orang tuamu kepadamu tidak akan terbalaskan olehmu.’’

Sekelumit kisah tersebut menginspirasi kita semua, berbakti kepada kedua orang tua dengan ikhlas, merupakan sebuah ibadah yang dapat menyebabkan seorang anak mendapat ridha Allah SWT.

Bahkan Rasulullah SAW memberikan apresiasi tinggi terhadap anak yang berbakti kepada orang tua itu dengan memeluknya. Dengan kata lain, berbakti kepada orang tua adalah salah satu kunci meraih kebahagiaan dunia dan memperoleh pelukan Rasulullah SAW.

Alangkah indah dan bahagianya jika kita dipeluk Rasulullah! Pelukan Rasulullah SAW dan jaminan keridhaan Allah bagi sang pemuda itu tentu merupakan dambaan kebahagiaan bagi setiap mukmin.

Dari Abdullah ibn ‘Amr, Rasulullah SAW bersabda: “Ridha Allah itu tergantung pada ridha kedua orang tua dan kemurkaan Allah itu juga tergantung pada kemurkaan keduanya.” (HR at-Turmudzi dan al-Baihaqi).

Anak wajib berbakti dan bersikap baik kepada keduanya dengan sepenuh hati karena Islam memang sangat memuliakan orang tua. Sebaliknya, Islam melarang anak menjadi durhaka kepada keduanya.

Karena durhaka kepada salah satu atau keduanya merupakan dosa besar, seperti halnya syirik. Mendurhakai orang tua, luar biasa fatal. Boleh jadi Allah SWT menyegerakan balasannya kepada pelakunya selagi masih hidup di dunia.

Allah SWT bisa saja membuat perjalanan hidup sang pendurhaka orang tua  menjadi tidak berkah dan penuh kesulitan.

Oleh karena itu, pelukan Rasulullah SAW itu mesti dimaknai sebagai panggilan spiritual bagi orang tua agar berusaha menyiapkan anaknya menjadi anak yang saleh.

Bagi anak, pelukan Rasulullah SAW itu harus dipahami sebagai isyarat kuat untuk selalu berbuat baik, tidak menyakiti, apalagi mendurhakai keduanya. Jangankan mendurhakai, membuat orang tua sedih saja sudah termasuk durhaka.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda, ‘’Siapa yang membuat orang tuanya sedih berarti ia telah mendurhakai keduanya.” (HR al-Khathib al-Baghdadi). Disadari atau tidak, banyak hal membuat kedua orang tua itu sedih.

Di antara hal  yang membuat orang tua sedih secara langsung adalah tidak menghormati, menyakiti, membentak, dan memarahi keduanya.

Hal yang membuat keduanya sedih secara tidak langsung misalnya seorang anak melakukan pelanggaran ajaran agama.

Seperti tidak shalat, korupsi, selingkuh, atau berzina. Pada dasarnya jika seorang anak melakukan kemaksiatan, orang tua yang mengetahuinya pasti merasa sangat kecewa dan sedih, sehingga secara psikologis jiwanya tertekan.

Berbakti kepada kedua orang tua dalam Islam, tidak hanya berlaku saat mereka masih hidup tetapi juga setelah tiada. Dengan berbakti kepada mereka, kita berinvestasi Pelukan Rasulullah bagi masa depan kita. 


Sumber : Republika.co.id

Jumat, 11 April 2014

Istirahat dalam Berkah

istirahat dalam berkah

SubhanAllah sahabatku, aminkan doa sebelum rehat malam ini.

Bismillaahirahmaanirrahiim, Alhamdulillaahirabbil alamin, allahumma shalli wa sallim ala Rasulillahi shallallaahu alaihi wassalam, wa ala aalihi wa ashhaabihi ajmaiin, Allahumma ya Allah, tancapkanlah kekuatan dan keindahan iman di hati kami, hiasilah hidup kami dengan kemuliaan akhlak, ikhlas, sabar, syukur, qonaah, wara', sangat berhati-hati dengan syariatMu, zuhud cari dunia untuk kepentingan akhirat kami, tawakal, istiqomah, dan sifat tawadhu’ rendah hati…

Ya Allah, selamatkan kami dari kekufuran, kemusyrikan, kefasiqan, kemunafikan dan keinginan maksiat…

Ya Allah, teruslah jaga kami dengan hidayahMu, jangan sampai berpecah belah karena urusan duniawi, jangan pernah tinggalkan kami lagi Ya Allah…sungguh kami lemah, kami tidak sanggup menghadapi godaan dunia sesaat ini, kami tidak kuat mengendalikan hawa nafsu kami, kecuali Engkau yang menolong kami, melindungi kami dan menjaga kami dengan hidayahMu ya Allah…aamiin.

Jangan lupa sebelum rehat berwudhu dulu, berdoa, berzikir dan berazam untuk sholat malam.

Rabu, 09 April 2014

Merindukan ALLAH di Penghujung Malam

shalat tahajud dan kemuliaan-Nya
Ilustrasi Sholat Malam (Tahajjud)
RADAR ISLAM -- Sulaiman bin Mansur bin Ammar berkata, "Ketika aku berada di majelis Abu Manshur, terjatuhlah secarik kertas di majelis itu yang bertuliskan: Bismillahirrahmanirrahim.."

Lalu aku berkata padanya. "Wahai Abu Sura, aku adalah salah seorang dari saudara engkau. Aku bertobat di hadapanmu, aku ingin membeli bidadari dari Allah dengan mas kawin 30 kali khatam Alquran."

"Maka aku pun berhasil mengkhatamkan 29 kali, dan begitu hendak masuk ke-30, aku benar-benar tak kuasa menahan kantuk."

"Maka seketika itu juga aku bermimpi melihat bidadari keluar dari mihrabnya, menemui aku. Ketika dia melihat aku, dan aku melihat dia, maka bidadari itu bersenandung dengan suaranya yang merdu."

"Apakah engkau hendak meminang (bidadari) sepertiku, dan engkau tidur dariku? Padahal para pecinta itu haram tidur dariku. Karena aku diciptakan untuk setiap orang yang banyak shalat (malam)-nya dan menjaga puasanya."

Qiyamulail (shalat malam) merupakan amalan para nabi. Hal yang sama juga dilakukan para sahabatnya. Sepanjang malam, Nabi Muhammad SAW mendirikan shalat malam dan bermunajat kepada Allah hingga kakinya bengkak dan kulitnya menguning.

Hal itu berlangsung hingga 12 bulan atau lebih. Ada yang mengatakan lebih dari 10 tahun. Namun, praktik shalat malam yang terus-menerus (setiap malam) itu, baru berkurang setelah ada keringanan (rukhshah) untuk para sahabatnya. Bagi mereka, perintah itu sunah, sedangkan untuk Nabi SAW shalat malam adalah kewajiban.

Qiyamulail (shalat malam) merupakan kekuatan mahadahsyat untuk umat Islam. Ketika fajar dakwah Islam mulai menyingsing, dan umat dihantam berbagai macam siksaan, shalat malam menjadi wahana bagi mereka untuk menambatkan segenap kepedihan yang menghimpit jiwa. Qiyamulail memberikan suntikan kekuatan yang mengagumkan dalam mengarungi atmosfer kehidupan.

Rasulullah SAW bahkan sangat mendorong umatnya untuk senantiasa mendirikan shalat malam. "Hendaklah kalian menunaikan qiyamulail, karena ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Ia juga bisa mendekatkan kalian pada Rabb kalian, pelebur kesalahan, penghalang dari dosa, dan pengikis penyakit dari tubuh." (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Narasi di atas menggugah kita bahwa surga dengan kenikmatannya yang melimpah ruah, termasuk bidadari surga, adalah tidak gratis. Dan orang yang melazimkan diri dengan qiyamulail, potensial untuk meraihnya.

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam." (QS adz-Dzariyat: 15-17).

Qiyamulail juga merupakan tangga menuju kemajuan, baik secara spiritual, intelektual, bahkan finansial. Alquran membahasakannya dengan maqamam mahmuda (tempat yang terpuji). (QS al-Isra [17]: 79).

Banyak orang yang meraih prestasi bagus dalam hidupnya, karena kebiasaannya dalam mendirikan shalat malam. Mereka tak pernah lelah mengabdi kepada Allah dan memperbanyak amal ibadah di kala banyak manusia sedang tidur nyenyak. Semoga kita bisa melakukan hal yang sama. Wallahu a'lam.

Bekal Nan Kekal

bekal nan kekal

RADAR ISLAM -- Adalah kisah Umar bin Khattab RA, seperti hadis yang diriwayatkan oleh putranya, Ibnu Umar. “Sesungguhnya Umar RA pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Lalu beliau mendatangi Nabi SAW dan meminta nasihat mengenai tanah itu, seraya berkata, “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, yang saya tidak pernah mendapatkan harta lebih baik daripada tanah itu.”

Nabi SAW pun bersabda, “Jika Engkau berkenan, tahanlah batang pohonnya, dan bersedekahlah dengan buahnya.”

Ibnu Umar berkata, ‘Maka bersedekahlah Umar dengan buahnya dan batang pohon itu tidak dijual, dihadiahkan, diwariskan, dan Umar bersedekah dengannya kepada orang-orang fakir, para kerabat, para budak, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, Ibnu Sabil, dan para tamu. Pengurusnya boleh memakan dari hasilnya dengan cara yang makruf dan memberikannya kepada temannya tanpa meminta harganya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas, seperti uraian yang ditulis oleh Ibnu Hajar Atsqalani, bahwa Umar bin Khattablah sahabat pertama kali yang mempraktikkan shadaqah jariyah, atau lebih kita kenal dengan wakaf.

Ketika menjelaskan hadis di atas, Imam Ibnu Hajar menuturkan sebuah riwayat dari Imam Ahmad bahwasannya Ibnu Umar berkata, “Wakaf pertama kali di dalam Islam adalah sedekahnya (wakafnya) Umar.”

Secara tersirat, Umar terasa berat mengikhlaskan sesuatu yang ia katakan bahwa ‘tidak pernah aku dapatkan harta yang lebih baik kecuali tanah itu’, menyadarkan kita betapa pengorbanan seorang hamba dalam meraih keimanan dan kebajikan yang sempurna, menepis rasa ego dalam hati untuk ikhlas berbagi.

Inilah esensi dari roda perekonomian Islam; tidak membiarkan harta si kaya hanya beredar di orang kaya saja, tapi anjuran penuh untuk bersedia peduli dan mau berbagi.

Melalui zakat (yang sifatnya wajib dikeluarkan), kemudian wakaf yang sifatnya sunnah tapi pahala yang terus mengalir selama harta tersebut digunakan untuk kebaikan, menyadarkan bahwa ajaran Islam sungguh menentramkan. Keduanya, zakat maupun wakaf adalah warisan dan unsur-unsur pembangun peradaban yang siapapun mempraktikkannya akan mendapat ganjaran.

Islam tidak memperkenankan adanya seorang hamba yang hidup serba mewah berkecukupan, namun tidak peduli dengan saudara-saudara yang kekurangan. Dalam prinsip bekal nan kekal inilah, Islam menghendaki adanya tingkat kesejaheraan sosial baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan negara. Semoga! Wallahu a’lam.

Minggu, 06 April 2014

Sahabat-Sahabat Dhuha

biografi kh ustad muhammad arifin ilham 2

SubhanAllah, setiap waktu dhuha selalu teringat waktu di pondok pesantren Darunnajah. Hikmah tidak punya uang jajan jadi terjaga sholat dhuha, teringat "ashaabudhdhuha" sahabat sahabat dhuha, kami sering diskusi bersama selesai dhuha di mesjid pesantren, diantaranya bahwa dhuha adalah sholat yang mengundang rizki, dan rizki itu bukan hanya duit. Kesempatan taubat, kesenangan ibadah, bersahabat dengan sahabat sholeh, keluarga yang bahagia, sehat wal afiat, semangat beramal sholeh, akhlak yang mulia itu juga rizki.

Sungguh selama kita jaga siang dengan dhuha, malam kita jaga dengan tahajjud "maa waddaaka robbuka" maka Allah tidak akan tinggalkan kita siang malam...insyaAllah. Inilah yang membuat kami berazam bertekad untuk selalu menjaga dhuha hingga akhir hayat kami, karena kami ingin Allah menjaga kami...aamiin ya Robbal aalamiin.

SubhanakAllahuma wabihamdika, asyhadu alla ilaha ila Anta, astaghfiruka wa atubu ilaih

Follow FB @ http://facebook.com/kh.muhammad.arifin.ilham